Opini


TIPOLOGI MODEL TANDA
Oleh Gusnawaty Anwar

Model tanda dapat diklasifikasikan menurut beberapa dimensi semiotik, akan tetapi pada penjelasan berikut, hanya akan membahas tipologi dyadic dan triadic dalam semiotik. Aspek-aspek ini berhubungan dengan sejarah semiotik.

Tipologi Dyadic dan triadic.


Perbedaan antara model dyadic dan triadic berdasarkan atas sejumlah karakteristik tanda relata dalam dimensi semantik. Model triadic membedakan antara wahana tanda, makna, dan rujukannya sebagai sesuatu yang saling berhubungan dalam tanda. Sementara itu, model dyadic mengabaikan entah dimensi rujukan makna. Model dyadic kadang-kadang dikembangkan ke dalam model tetradic sebagai subdivisi dari dua menjadi empat komponen tanda. Model tanda Hjelmslev adalh sebuah contoh pengembangan dyad ke suatu tetrad. Komentar Aurox mengatakan bahwa pada umumnya semantik dyad yang secara esensial mendasari diri pada tetrad tidaklah menyenangkan.

Perbedaan antara model tanda dyadic dan tryadic telah diinterpretasikan sebagai sesuatu yang fundamental dan tak terjembani, walaupun kedua model ini tidak selalu dapat dibedakan dengan jelas dalam sejarah semiotik. Pengikut tradisi dyadic menggap bahwa model triadic terlalu rumit, sedangkan pengikut tradisi triadic mengkriyik ketidaklengkapan model dyadic. Harus ditekankan bahwa pilihan pada salah satu model tidak berarti pengabaian pada dimensi pragmatik dari semiotik. Dalam kasus tertentu, pihak interpreter adalah suatu relasi tambahan dari tanda.

Apakah model tanda menganjurkan kurang atau lebih dari dua atau tiga hubungan (relata) dalam tanda? Sebuah pandangan monadic dari tanda yang mengabaikan untuk membedakan wahana tanda dan makan muncul hanya di luar teori-teori tanda. Hal itu merupakan karakteristik istimewa dan bentuk yang tidak direfleksikan dalam manipulasi tanda. Ahli-ahli semantik menentang pandangan tentang tanda seperti ini dengan slogan “simbol bukanlah sesuatu yang disimbolkan....”

(Hayakawa 1941:27). Model tetradic pada penandaan linguistik telah dikembangkan oleh Hocket (1977:82) yang berpendapat bhwa triad dari: kata-ide-sesuatu harus dikembangkan dengan suatu konsep tambahan tntabng “imajinasi atas kata-kata” (perhatikan penanda Saussure juga seorang mentalist “acoustic image”).

A. Model Dyadic


Karakteristik dari model dyadic yang paling umum tentang tanda adalah formulanya yang mengatakan “sesuatu ada untuk sesuatu yang lain”. Formula tanda ini boleh dyadic boleh juga triadic. Bila disisipkan makana atau rujukan maka definisi berkembang dari dyadic ke triadic.

Berikut dikemukakan pencetus model dyadic.
  1. Kaum Epicureans (300-SM-0)


Model dyadic pertama-tama dikembangkan oleh kaum Epicureans (300-SM-0). Teorinya adalah epistemiologi materialistis: sensasi (sesuatu yang dirasakan) adalah kesan yang diperoleh pikiran kita lewat gambaran atom dari permukaan suatu obyek yang fisikal, atau dengan kata lain dari materi ke konsep.
  1. Aurelius Agustinus (354-430)


Beliau ini sependapat dengan kaum Epicurean yaitu bahwa tanda sebagai data sensori mempresentasikan sesuatu yang tak dapat dilihat atau ditangkap secara indrawi (perceived).

Agustuinus membagi dua tipe tanda: konvensional dan alami, tanda, dan obyek lainnya tidak berbeda kelas karena setiap intesitas meterial bisa berfungsi sebagai tanda obyek lainnya. Menurutnya, “doktrina” atau “ilmu” “signum” mulai terbentuk. Augustinus sudah melihat jauh ke muka arah perkembangan aspek teoritis, (Eco, 1986:65)
  1. Thomas Hobbes (1588-1679)


Menurutnya, teori tanda menerima sesuatu secara jelas melalui mental dan pengarahan assossiasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa nama-nama adalah tanda-tanda konsep kita. Dia juga menyebutkan bahwa nama-nama itu arbiter.
  1. John Locke (1632-1704)


Tanda adalah instrumen hebat bagi pengetahuan, teorinya: ada dua jenis tanda, yaitu gagasan dan kata (bunyi yang diartikulasikan). Kelas kata yang disebut gagasan adalah apapun yang tertangkap oleh indra di dalam diri indra itu sendiri atau obyek ysng ditangkap indra secara langsung, dipikirkan atau dipahami. Kata tidak memiliki arti pada dirinya sendiri, tetapi menmpakkan suatu gagasan yang menggunakan tanda tersebut. Kata adalah pemarkah gagasan yang berada dalam pikiran seseorang dan juga pada pikiran orang lain, dengan siapa ia berkomunikasi dan berinteraksi. Karena gagasan adalah tanda dan kata adalah tanda dari gagasan, maka Locke mengiterpretasikan kata sebagai tanda dari tanda, yaitu metasigns.
  1. Port-Royal


Ahli-ahli yang tergabung dalam sekolah Port-Royal adalah Antoine Arnauld (1612-1694), Claude Lancelot (1616-1695), dan Pierre Nicole (1625-1695). Dasar dari semiotika mereka adalah mentalist dan model dyadic dari tanda. Mereka mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang terdiri atas dua gagasan: satu dari sesuatu untuk mewakili lainnya mewakili.

Selanjutnya, mereka membedakan empat tipe tanda utama, yakni:
  1. Indexical natural sign: e.g bernafas = tanda hidup
  2. Indexically or iconically motivated symbols: seperti icon nabi Isa atau laiinya pada tradisi Kristen.
  3. Natural icons: seperti refleksi wajah pada cermin,
  4. Arbitrary/motivated conventional sign: seperti tanda yang ditentukan oleh institusi, bendera, kata-kata dalam bahasa.

  1. Christian Wolff (1679-1754)


Menurutnya tanda adalah wakil keadaan sekarang, masa datang, atau keberadaan masa lalu dari suatu wakil yang dapat ditandai. Berdasarkan ketiaga dimensi temporal semiotik ini, Wolff membedakan tiga kelas tanda-tanda natural.
  1. A Signum demonstrativum, yang merujuk pada tanda sekarang (mis. Asap sebagai tanda adanya api)
  2. A Signum rememorativum, yang merujuk pada tanda masa lalu (mis. Tanah basah sebagai tanda habis hujan)
  3. A Signum prognositicum, tanda yang merujuk pada masa yang akan datang ( misalnya langit berawan tanda akan hujan).
Tanda-tanda natural beroposisi dengan tanda artifisial. Kata-kata misalnya termasuk tanda tanda-tanda artifisial, oleh karena itu tidak ada hubungan antara tanda dan objeknya karena penamaannya bersifat abritrer.
  1. Ferdinand de Saussure (1857-1913)


Saussure mengelaborasi model tandanya dengan maksud menganalisis “the nature of the linguistic sign”. Dalam tradisi semiologis yang mengikuti Saussure, model tanda linguistik juga ditransfer ke tanda non linguistik. Hal ini sesuai dengan program kajian semiotik. Aspek fundamental dari teori tanda Saussure terletak pada struktur bilateral atau dyadic, konsep mentalistiknya yaitu dikeluarkannya acuan atau referent, dan konsep makna yang struktural, selain aspek arbitrer tanda linguistik.

Gambar berikut merupakan representasi teori tanda dari Saussure.

Model Tanda Linguistik Saussure (1916: 99)


Saussure mengusulkan sebuah tanda model ‘dyadic’ atau dua bagian dari tanda. Dia membatasi sebagai:

  • Sebuah penanda atau ‘signifier’ (signifiant) – bentuk dimana tanda itu berada; dan

  • Petanda ‘signified’ (signifie) – konsep terwakili.


Dewasa ini, ketika dasar pemikiran ‘Saussurean’ digunakan secara umum, itu cenderung menjadi lebih materialistic daripada waktu dicetuskan Saussure. Signifier sekarang ini lebih diinterpretasikan sebagai material (atau physical form) dari tanda – hal yang dapat dilihat, didengar, disentuh, dicium atau dirasakan. Menurut Saussure, baik signifier maupun signified semuanya murni ‘psychological’ (Saussure 1983, 12, 14-15, 66; Saussure (974, 12, 15, 65-66). Baik bentuk maupun substansi:

Sebuah tanda linguistic bukanlah hubungan antara sesuatu dengan namanya, tetapi antara konsep dan pola bunyi. Pola bunyi bukanlah sesungguhnya sebuah bunyi; sebuah bunyi kadang-kadang adalah fisik. Sebuah pola bunyi adalah impresi psikologis dari pendengar, seperti yang telah diketahui melalui inderanya. Pola bunyi ini mungkin disebut sebuah elemen ‘material’ hanya dalam representasi penangkapan indera kita. Pola bunyi mungkin juga dibedakan dari unsur lain yang diassosiasikan dengannya dalam suatu tanda linguistic. Elemen lain ini secara umum lebih abstrak”


( A linguistic sign is not a link between a thing and a name, but between a concept and a sound pattern. The sound pattern is not actually a sound; for a sound is something physical. A sound pattern is the hearer’s psychological impression of a sound, as given to him by the evidence of his senses. This sound pattern may be called a ‘material’ element only in that it is the representation of our sensory impressions. The sound pattern may thus be distinguished from the other element associated with it in a linguistic sign. This other element is generally of a more abstract kind: the concept (Saussure, Ferdinand de dalam Course in General Linguistics (trans. Roy Harris; Wade Baskin) 1983: 66; 1974:66).
  1. Louis Hjelmslev (1899-1965)


Teori Hjelmslev tentang tanda merupakan pengembangan dari teori bilateral Saussure. Louis Hjelmslev menggunakan istilah ’expression’ and ’content’ untuk merujuk signifier and signified, dan menyebut kedua sisi tersebut sebagai “planes of the sign” Baik sisi ekspresi dan sisi isi kemudian distratifikasikan kedalam semiotik bentuk dan substansi. Hal ini melahirkan empat strata: content-form; expression-form; content-substance; dan expression-substance. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk table sebagai berikut.





Substance

Form

Signifiers:
plane of
expression

Substance of expression:physical materials of the medium (e.g. photographs, recorded voices, printed words on paper)

Form of expression:language, formal syntactic structure, technique and style

Signifieds:
plane of
content

Substance of content:'human content' (Metz), textual world, subject matter, genre

Form of content:'semantic structure' (Baggaley & Duck), 'thematic structure' (including narrative) (Metz)
  1. Cassirer (1874-1945)


Cassirer mempercayai sebuah pansemiotik epistemology: Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang memiliki tanda-tanda. Menurutnya. Menurutnya, dualisme metafisik antara dunia dan spiritnya dijembatani oleh pemaknaan symbol-simbol. Hal ini mendekatkan teorinya pada teori de Saussure, tanda adalah. kesatuan antarasensory signifierdanintellectually signified”.

Teorinya tentang tiga (3) cara atau fungsi persepsi yang berkaitan dengan tahapan evolusi semiosis pada manusia seperti yang dikemukakan berikut.
  1. fungsi ekspressi (ausdruck), pada tahap ini symbolic signifier belum dibedakan secara sempurna, misalnya dunia mythos didominasi oleh fungsi ini.
  2. fungsi representasi (darstellung), perbedaan antara signifier dan dan signified mulai muncul, misalnya: bahasa umum sehari-hari.
  3. fungsi signifikasi, (bedeutung), misalnya scientific symbolism, abstraksi sempurna dari perceptual signifier dan signified conceptual.
  1. Karl Buhler (1879-1983)


Pioneer dalam melihat hubungan antara bahasa dan psikologi. Ahli ini berpengaruh dalam bidang semiotic karena kerjanya dalam fungsi-fungsi ekspresif dari komunikasi non-verbal.
  1. Roman Jakobson (1896-1982)


Fokus penelitian Jakobson adalah puisi, dan linguistic khususnya fonologi, morfologi, dialektologi, dan afasiologi. Tetapi pada awalnya Jakobson tertarik jauh ke dalam bahasa dan seni tutur yang meliputi sebagian besar bidang-bidang semiotika seperti culture dan astetik. Jakobson berkontribusi menerapkan semiotika pada lukisan, film, teater, folklore, dan issue dasar semiotika seperti konsep tanda, system, fungsi, kode, struktur, komunikasi, dan sejarah semiotic. Dia juga yang menemukan hubungan semiotika Peirce dengan linguistic, khususnya pengaruhnya pada Levi-Strauss. Prinsip-prinsip semiotika Jakobson menjadi sangat berpengaruh pada perkembangan aliran structural.

Berdasarkan hubungan dengan bahasa lisan, Jakobson membedakan 3 tipe system tanda: (1) Language substitutes, termasuk tulisan, drum, dan bahasa siulan, dan kode morse; (2) Language transform, yang dibentuk sebagai bahasa ilmiah; dan (3) idiomorphic system, seperti bahasa tubuh, musik, yang berhubungan secara tidak langsung dengan bahasa.

Berikut dikemukakan synopsis model dyadic dari tanda, seperti dikutip dari ”Handbook of Semiotics” halaman 88)









Sign

Correlates of the Dyad

Sign vehicle

meaning

Agustine (397)

Sign

Sign (as thing)

(other) thing(s)

Something else

Albertus Magnus and Scholastics (13th cent.)

signum

Aliquid (vox)

Aliqou (res)

Hobbes (1640)

sign

Antecedent experience

Consequent experience

Locke (1690)

Sign (1)

Sign (2)

Idea

word

Thing

Idea

Port-Royal (Arnauld & Nicole 1685)

Sign

Idea of representing thing

Idea of the thing represented

Wolf (1720)

Sign

One thing

Another thing

Degerando (1800)

Sign

Sensation

Idea

Saussure

Sgin

(signe)

Signifier

(significant)

signified

Hjelmslev

Sign

Expression

Content

Cassirer (1923 ff)

Symbol(ic) form

Concrete sensible sign

Content, meaning

Bühler (1933b)

Sign

Representative (concrete thing)

meaning

Bloomfield (1933)

Linguistic form

Speech sound, signal

Response in hearer

Buyssens (1943)

Seme

Semic act

Meaning, signification

Jakobson (1959ff)

Sign(um)

Signans

signatum

Goodman (1968)

symbol

[word, pictures, models, etc]

denotatum

B. Model Triadic


Adapun tokoh-tokoh dari model triadic adalah sebagai berikut:
  1. Plato (ca. 400 B.C)


Menurut Plato (427-347), semiotic adalah (1) tanda-tanda verbal, entah alami atau bersifat kesepkatan, hanyalah representasi tidak sempurna dari apa yang sebenarnya ada dalam ide atau apa yang dimaksud; (2) kajian tentang kata-kata tidak mengungkap hakekat objek yang sebenarnya karena dunia gagasan tidak berkaitan atau lepas dari representasinya yang berbentuk kata-kata; (3) pengetahuan yang dimediasi oleh tanda-tanda bersifat tidak langsung dan lebih rendah mutunya dari pengetahuan yang langsung. Dan kebenaran Sesutu objek yang diperoleh lewat kata-kata, meskipun kata-kata tersebut sangat menyerupai acuannya, tetap bermutu lebih rendah dari kebenaran itu sendiri.
  1. Aristotle (ca. 350 B.C)


Menurut Aristotles (384-322): tanda-tanda dapat diringkas sebagai berikut:
  1. tanda-tanda yang ditulis adalah lambang dari yang diucapkan
  2. bunyi yang diucapkan, khususnya, adalah tanda dan lambang dari gambaran/impresi mental;
  3. impresi/gambaran mental adalah kemiripan dari objek yang sebenarnya,
  4. gambaran mental tentang kejadian atau objek sama bagi semua manusia tetapi ujaran (speech) tidak.

Pendapat Aristotles point (b) adalah akar atau cikal bakal teori tentang makna, dan bagian (c) tentang acuan. Baginya, perbedaan struktur makna dalam sistim tanda hanyalah pada tataran ekspresi, dan bukan pada tataran isi/substansi.
  1. Stoics (ca. 250 B.C)


Kaum stoic (ca. 300 B.C. – 200): stoicisme dimulai oleh Zeno dari Citium dan Chrysippus, dan berakhir pada masa kaisar Marcus Aurilius (280-206 SM). Menurut Bochenski (1969) teori tentang tanda kaum stoic adalah sebagai beikut:
  1. Tanda mengaitkan tiga (3) komponen yang membentuknya: material atau penanda /signier/, makna atau petanda /signified/, dan objek eksternal.
  2. Penanda dan objek didefinisikan sebagai entitas material, sedangkan makna dianggap sebagai sesuatu yang diinkorporasikan atau yang dimasukkan ke dalamnya.
  3. Tanda dibagi menjadi tanda commemorative dan indicative, tanda commemorative mengungkap sesuatu lain, yang sebelumnya – sudah diamati dalam hubungannya dengan tanda; tanda indicative mengindikasikan sesuatu yang non-eviden.
  1. Francis Bacon (1605)


Francis Bacon (1561- 1626) mengajukan tiga hal penting dalam tulisannya, yaitu: (1) sikap skeptis dan kritis terhadap bahasa; (2) ada sejumlah variasi tanda di samping kata-kata; (3) penemuan kode binair. Baginya kata adalah sebagai pemarkah paling umum tentang makna sebuah objek. Skeptisnya: tidaklah selamanya perlu memakai medium kata untuk menyajikan pikiran; Bacon menunjuk pada hieroglyphic mesir dan tulisan gambar Cina dan berpendapat tipe tulisan tersebut menandakan “things dan notions” sebagai semiotic langsung tanpa intervensi kata-kata.
  1. Leibniz (ca. 1700)


Leibniz (1646 – 1716), tanda adalah sesuatu yang tertangkap oleh indera mata lainnya yang dikaitkan atau diassosiasikan dengan sesuatu yang lain, apakah hal itu sebagai pengalaman kita atau orang lain. Proses semiosis terjadi didasarkan pada asosiasi persepsi, sementara tanda adalah alat kognisi manusia. Semua pemikiran (reasoning) manusia disampaikan lewat alat bantu: tanda atau huruf.
  1. Charles Sanders Peirce


Fondasi filosofis yang mendasar dari Peirce tentang semiotic terletak pada system kategori yang diberikan. Peirce membangun suatu fenomenologi hanya berdasarkan tiga kategori universal yang disebut firstness, secondness, dan thirdness.

Firstness, adalah tanda apa adanya, bersifat positif dan tanpa merujuk pada sesuatu yang lain. Kategori ini tidak mereflesikan perasaan, bebas, dan dekat.

Secondness, “is the category of comparison, facticity, action, reality and experience in space and time” Misalnya, di dalam kenyataan ada hubungan dengan lainnya, dependensi, akibat, hasil, negasi, dan seterusnya. Jadi dalam secondness ada hubungan antara firstness dan secondness.

Thirdness, “is the category of mediation, habit, memory, continuity, sythesis, communication (semiosis), representation and sign” Thirdness membawa hubungan kategori dua ke kategori tiga.


Trichotomy

Category

I

Of the representamen

II

Of relation to object

III

Of relation to interpretant

Firstness

Qualisign

Icon

Rheme

Secondness

Sinsign

Index

Dicent

Thirdness

legisign

symbol

argument

    1. (Rhematic Iconic) Qualisign, contoh: “memiliki perasan “biru” pada seseorang”. Kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukkan kualitas.
    1. (Rhematic) iconic sinsign: tanda yang memperlihatkan kemiripan. Misalnya, foto, diagram , peta, dan lain-lain yang semacamnya.
    2. Rhematic Indexical Sinsign: misalnya, teriakan yang bersifat spontan.
    3. Dicent (indexical) sinsign: tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya tanda larangan di pintu masuk.

III.
    1. (Rhematic) Iconic Legisign: tanda yang menginformasikan norma atau hukum: misalnya rambu lalu lintas.
    2. Rhematic Indexical Legisign: tanda yang mengacu pada objek tertentu. Misalnya, “Mana bukuku?” dan dijawabnya “itu!”
    3. Dicent Indexical Legisign: tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Misalnya tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menadakan adanya orang sakit yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
    4. Rhematic Symbol(ic Legisign): “a common noun”
    5. Dicent Symbol(ic Legisign): “an ordinary proposition”
    6. Argument (symbolic legisign): “a syllogism”







  1. Husserl (1900)


Husserl membedakan tiga unsur dari kebermaknaan:




    1. a “meaning endowing act” or “meaning intention”. Bagian dari produksi ekspression berhubungan dengan tindakan pemaknaan yang merupakan bagian interpretasi.

    2. Isi atau makna tindakan, dan

    3. Makna yang dimaksud oleh ekspresi.





  1. Charles William Morris (1901- 1079)


Morris dikenal sebagai pelopor semiotika klasik (Posner, 1981). Dia mengembangkan tipologi tanda sebagian berdasarkan pragmatic, sebagian lain berdasarkan criteria semantic.

Ilmu tanda menurut Morris (1938:1-2 dalam Noth: 48-55) memiliki scope yag luas, terbentang mulai dari bahasa sampai pada komunikasi binatang. Faktor-faktor yang berpartisipasi dalam proses tanda menentukan tiga dimensi kerangka kerja studi semiotika. Oleh karena itu, semiotika menurut Morriskurang lebih sama dengan ilmu tanda yang dikembangkan oleh Peirce. Bila Peirce membicarakan tanda yang diproduksi oleh manusia maka Morris mengembangkannya sampai pada proses tanda yang diproduksi yang dikeluarkan oleh binatang atau organisme. Selain itu, Peirce menggambarkan filosofi semiotika berdasarkan pada kategori universal dari presepsi dan asumsi, sehingga dia mengatakan bahwa “every thought is a sign”, Morris mengembangkan ilmu tanda “on a biological basis and specifically within the framework of the science of behavior”. Selain perbedaan tersebut, Morris sependapat dengan Peirce dalam hal sesuatu tanda hanya dapat diinterpretasikan sebagai tanda bila diinterpretasikan sebagai tanda. Ada tiga (3) komponen tanda menurut Morris:
  1. sign vehicle
  2. designatum
  3. interpretant

Berikut tiga korelasi tanda dari tiga dimensi tanda menurut Morris (1939: 417)



Dimensi Penggunaan Tanda menurut beliau terbagi atas 4 kategori, bergantung pada tujuan tingkah laku mahluk hidup:
    1. Informative usage, pada saat ingin menginformasikan sesuatu.
    2. Valuative usage, bila dimaksudkan untuk tujuan mendukung pemilihan objek.
    3. Incitive usage, ketika memotivasi rangkaian respons
    4. Systemic usage, ketika mengorganisasikan tingkah laku produksi tanda dalam suatu ketentuan secara keseluruhan.

Pada saat tujuan model penggunaan tanda ini dicapai, penggunaan informative akan menjadi terpercaya; penggunaan valuative menjadi efektif; penggunaan incitive menjadi persuasive; dan penggunaan sistemik menjadi benar. Berikut table contoh-contoh wacana Morris.




Use

Mode



Informative



Valuative





Incitive



Systemic

Designative

Scientific

Fictive

Legal

Cosmological

Apparaisive

Mytical

Poetic

Moral

Critical

Prescriptive

Technological

Political

Religious

Propogandistic

Formative

Logico-mathematical

Rhetorical

Grammatical

Metaphysical



Sinopsis model tanda triadic dapat dibuatkan table (dikutip dari Noth “Hand Book of Semiotics” hal. 90 seperti berikut:








Sign

(1)

sign vehicle

(2)

sense

(3)

referent

Plato (ca. 400 B.C)

name

sound

Idea, content

thing

Aristotle (ca. 350 B.C)

(sign)

Sound

Affections

Thing (pragma)

Stoics (ca. 250 B.C)

(sign)

Sêmainon

Sêmainomenon, lekton

Object or event

Bacon (1605)

(Word)

Word

Notion

Thing

Leibniz (ca. 1700)

(sign)

Sign character

Concept

Thing

Peirce

Sign

Representamen

Interpretant

Object

Husserl (1900)

Sign

Expression

Meaning

Thing

Morris

Sign

Sign vehicle

significatum

denotatum


Demikianlah sekilas ringkas yang dapat saya kemukakan tipologi model tanda berdasarkan kuliah dan pembacaan saya atas buku Handbook of Semiotics. Pengetahuan saya ini tentu saja masih sangat dangkal dan masih bersifat ‘berenang di permukaan’, oleh karena itu saya sangat mengharapkan feedback demi menambah wawasan. Besar harapan saya ilmu ini dapat saya gunakan di kemudian hari.

Catatan
Tulisan ini merupakan tugas MATA KULIAH FILSAFAT BAHASA yang diampu oleh PROF. Dr. SUMARWATI K. POLI, M. Litt. bersama Dr. SURYO EDIYONO, M. HUM. (tahun 2006/2007)































No comments: