Wednesday, September 19, 2012

Perilaku Kesantunan dalam Bahasa Bugis


Perilaku Kesantunan dalam Bahasa Bugis
oleh Gusnawaty
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
email: gusnawaty@yahoo.com
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) mengungkapkan penggunaan strategi kesantunan dalam bahasa Bugis berdasarkan faktor-faktor  yang berpengaruh terhadap pemilihan strategi kesantunan, baik yang ada pada masyarakat tutur Bone (MTB) maupun yang ada pada masyarakat tutur Sidrap (MTS) dan (2) mendeskripsikan penanda kesantunan linguistik antara MTB dan MTS.

Populasi penelitian ini adalah MTB dan MTS. Sampel terdiri atas 229 responden, yaitu 109 responden MTB dan 120 responden MTS. Pengumpulan data dilakukan melalui survey dan kuesioner untuk data kuantitatif dan melalui observasi dan perekaman untuk data kualitatif. Data kualitatif dianalisis dengan uji statistik melalui run test (uji kerandoman) , uji regresi logistik, dan tabulasi silang. Data kualitatif dideskripsikan secara kualitatif dengan pendekatan sosiopragmatik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kesantunan berkomunikasi antara MTB dan MTS memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan (1) MTB dan MTS sama-sama dominan menggunakan STT ketika berada dalam situasi +K, +S, dan –P, (2) MTB dan MTS sama-sama menggunakan strategi kesantunan tertentu pada situasi sosial –K,   -S, dan +P. Perbedaan, MTB dominan menggunakan strategi kesantunan SDM pada situasi sosial –K, -S, dan +P, sedangkan pada MTS dominan menggunakan strategi kesantunan SKN pada situasi sosial tersebut. Temuan lain, penanda kesantunan linguistik antara MTB dan MTS pada level klitika (ko-, mu-, -mu, -ki, ta-, -ta,-na, dan -ku) tidak memiliki perbedaan. Perbedaannya hanya terletak pada konteks situasi pemakaian. Pada level pola sapa (penghormatan) MTB masih menggunakan tiga level pola. Pola 1 (paling berjarak), pola 2 (berjarak), dan pola 3 (agak berjarak). Namun, pada MTS pola sapa hanya dua level, yaitu pola 2 dan pola 3. Perbedaan lain, dalam hal penggunaan partikel penekan (daya) dan penajam oleh MTS.

Kata kunci: Strategi kesantunan, bahasa Bugis Bone, bahasa Bugis Sidrap, Sosiopragmatik.

Wednesday, March 14, 2012

Sosialisasi Nilai-nilai Moral dalam Naskah Lontaraq


DIGITALISASI NASKAH LONTARAQ
DI SULAWESI SELATAN
Oleh: Dr. Gusnawaty, M. Hum.
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin


 

The purpose of the Media Transferring Project and Lontaraq Script Socialisation in South Sulawesi is to transfer Bugis Lontaraq Scripts written on paper to Compact Disks.
Method used in this project is taking the images of the lontaraq scripts by using digital camera.
The Bugis Lontaraq scripts which have been transfered were taken from three regencies in South Sulawesi: Wajo, Bone, and Soppeng. And some scripts are from Makassar, and Jakarta.
The total lontaraq scripts topic that have been captured and descibed are thirty topics. The topics are about governmental system applied in Bugis: from the people’s attitude and way of speaking to king, the kings’ way in governing their people, the succesful and fail government, fair justice, the government characteristic to develop and sustain, the characteristic of vulnarable government, leader election, the good characteristics of a leader, the married and unmarried female’s way in associating, the characteristics of vague-enemy staff, etc.
Generally, the Bugis lontaraq scripts were vulnerable because of being dusty and old. The situation leads to recommend to Local Government to transfer the lontaraq scripts into CDs. Then, the lontaraq scripts can sustain and be read by the next generation.

Keywords: Digitalization, Local knowledge, South Sulawesi

ABSTRAK

 

Pekerjaan Alih Media dan Sosialisasi Naskah Lontaraq di Sulawesi Selatan bertujuan mengalihmediakan naskah-naskah  lontaraq Bugis yang ditulis di media kertas ke media Compac Disks.  Metode yang digunakan adalah dengan cara pemotretan atas naskah-naskah lontaraq  tersebut dengan menggunakan camera digital. Naskah-naskah Lontaraq Bugis yang berhasil dialihmediakan, diperoleh dari tiga kabupaten di Sulawesi Selatan: Wajo, Bone, dan Soppeng. Ada juga naskah dari Makassar, serta Jakarta.
Topik naskah-naskah lontaraq  yang berhasil dipotret dan dideskripsi seluruhnya berjumlah 30 buah judul. Topik-topik tersebut semuanya bercerita tentang sistem pemerintahan yang berlaku di daerah Bugis: mulai dari cara bersikap pada raja, cara berbicara, cara memerintah, pemerintahan yang berhasil dan tidak berhasil, hakim yang baik, ciri pemerintahan yang dapat tumbuh dan bertahan, ciri pemerintahan yang akan runtuh, cara memilih pemimpin, kriteria-kriteria  yang sebaiknya dipilih menjadi pemimpin, cara bergaul perempuan baik yang sudah menikah maupun yang belum, ciri-ciri abdi/ staf yang (sesungguhnya) adalah musuh, dan lain sebagainya. 
Naskah-naskah lontaraq Bugis tersebut pada umumnya sudah sangat sulit disentuh karena berdebu, dan kertasnya sudah rapuh. Oleh karena itu, direkomendasikan kepada Pemda untuk segera mengalihmediakan naskah-naskah lontaraq tersebut ke CDs. Agar naskah-naskah lontaraq tersebut dapat bertahan dan dibaca oleh generasi mendatang.
Kata-kata kunci: Digitalisasi, Kearifan Lokal, Sulawesi Selatan


I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam era informasi ini, nilai-nilai luhur suatu bangsa sebaiknya mudah dijangkau untuk dipelajari, dikaji dan dikembangkan oleh generasi berikutnya demi kemaslahatan bersama. Tatkala dunia mengecil dan batas-batas negara tidak lagi jadi penghalang dalam arus informasi, alangkah tidak bijaknya suatu etnis atau negara bila masih menutup diri. Tepat juga bila diingat peribahasa yang mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang terbuka dan tidak menutup diri bagi bangsa lain. Artinya, kebudayaan bisa berkembang dan besar jika terbuka untuk dipelajari oleh bangsa lain. Sebagai contoh, nilai-nilai dan ajaran kapitalisme hingga kini masih menguasai dunia. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan teknologi sebagai medianya dalam penyebaran doktrin imperialismenya.
Dalam arus informasi yang semakin pesat, kebudayaan berkembang dengan memanusiakan manusia menuju titik linear  ”keuniversalan”. Batas-batas budaya semakin tipis; tidak berujung pangkal dan tidak bertepi. Silang budaya semakin terbuka memaknai keuniversalan budaya. Dengan demikian, manusia harus saling menyapa, meramu, berakulturasi dalam membangun abdiluhung kemanusiaan.
Naskah-naskah kuno atau yang dikenal dengan nama lontaraq adalah karya-karya literary dari tradisi tulis yang besar di zamannya dan merupakan khasanah kepustakaan dari sebuah tradisi yang besar. Persoalan yang ditulis di dalamnya sangat beragam, misalnya dalam lingkungan istana masalah birokrasi dan kekuasaan pejabat secara formal akan ditulis oleh seorang juru tulisi’ (sekretaris). Mereka mencatat berbagai kejadian dan hal-hal penting yang terjadi di istana termasuk nilai-nilai demokrasi kepemimpinan orang Bugis-Makassar. Sedangkan di lingkungan para intelektual kerajaan, mereka mencatat berbagai hal yang menyangkut ilmu pengetahuan, hukum, etika, dan masalah kemasyarakatan. Dengan demikian, terciptalah berbagai karya-karya besar berupa silsilah, ramalan, ramalan-ramalan, petunjuk bercocok tanam, tata niaga, mistik, ilmu pelayaran, tuntunan keagamaan, undang-undang kenegaraan, perjanjian, berbagai kisah tasawuf, pengobatan, ilmu persenjataan, metode dan taktik perang, masalah sex, tabiat binatang, arsitektur, dan lain sebagainya. Karena keberagaman isinya, dan selalu menjadi sumber rujukan bagi masyarakat di zamannya maka layak bila naskah-naskah kuno ini disebut sebagai sumber ilmu pengetahuan.

B.     Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana menyosialisasi nilai-nilai yang terkandung dalam  naskah lontaraq? Dan 2) Bagaimana membuat model penyimpanan dan penyelamatan naskah yang efisien dan efektif serta mudah diakses seiring dengan perkembangan teknologi informasi?

C.    Tujuan


Tujuan penelitian ini adalah melestaraikan nilai-nilai budaya dalam naskah lontaraq Sulawesi Selatan melalui penelusuran, deskripsi serta alih media penyimpanan. Jadi tujuan dapat dirinci: 1) Untuk menyosialisasi nilai-nilai yang terkandung dalam  naskah lontaraq Sulawesi Selatan; dan 2) Untuk membuat model penyimpanan naskah lontaraq yang efisien dan efektif sesuai dengan perkembangan teknologi.

D.    Manfaat Hasil Penelitian


Penggunaan hasil penelitian ini tidak tergantung pada waktu dan tempat. Keadaan ini akan membangun jiwa kemandirian dan tanggung jawab pada mahasiswa atau peneliti yang menggunakanya, karena mereka tidak perlu menunggu instruksi dari gurunya dalam mengkaji naskah. Mereka tinggal menyesuaikan diri dengan kesempatan yang dimilikinya.
Selain itu, karena komputer sudah bukan lagi barang langka bagi penduduk Sulawesi Selatan maka penggunaan bahan akan lebih cepat, mudah, dan murah. Sebab  dengan sistem digitalisasi, naskah-naskah kuno tersebut dapat diakses melalui komputer yang memiliki fasilitas CD-Rom.
Selanjutnya manfaat yang tidak kalah pentingnya adalah, banyak peneliti, mahasiswa, dan pihak-pihak yang tertarik akan dapat mengakses pada naskah yang sama pada waktu yang bersamaan. Hal ini merupakan nilai tambah dari digitalisasi naskah, karena dengan sistem penyimpanan seperti sebelumnya, tentu saja hal seperti ini tidak memungkinkan.
Dan manfaat yang paling penting dari segalanya adalah naskah asli tetap aman, karena tidak perlu lagi disentuh untuk mengkajinya dan untuk memahami ilmu-ilmu yang ada di dalamnya.

E.     Penelitian Terdahulu


Harsya W. Bachtiar (1973) mengatakan bahwa  kebudayaan Nasional hendaknya berpijak pada sejarah. Suatu kebudayaan yang tidak berakar pada sejarah, maka kebudayaan tersebut akan mengambang, ia tidak terikat pada apapun dan akibatnya adalah bangsa itu akan rapuh dan bubar. Maka semakin kuat pengetahuan  suatu bangsa  terhadap masa lampaunya maka semakin kuat kebudayaan yang dibangunnya serta semakin kuat rasa keakuan bangsanya. Argumentasi tersebut  memberikan isyarat bahwa memaknai naskah kuno  mempunyai peranan penting bagi masyarakat pada masa kini dan yang akan datang. Tidak ada penelitian suatu bangsa yang lebih memadai untuk keperluan penelitian sejarah kecuali melalui naskah tertulis. Karena lewat dokumen tertulis kita dapat memahami secara sempurna  berbagai rona kehidupan bangsa itu.
Menurut Suparjo dan John Paterson (2004) dalam makalahnya mengenai  digitalisasi sebagai upaya preservasi naskah Jawa dalam Simposium Internasional  Pernaskahan ke-VIII menegaskan bahwa digitalisasi naskah sangat penting sebagai upaya melestarikan naskah  dan menyebarluaskan isi naskah kepada masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada tiga model dalam pembuatan situs naskah, yaitu  Situs Katalog untuk mengetahui naskah secara ringkas; Deskripsi bila ingin mengetahui  deksripsi dan ikhtisar  isi teks dalam naskah; teks bila ingin membaca naskah secara utuh. Pengelompokan tersebut bertujuan agar naskah mudah diakses dan bertanggungjawab. Digitalisasi naskah Jawa tersebut telah dilakukan oleh Yayasan Sastra dan sudah berlangsung selama tiga tahun dengan tujuan menyelamatkan dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur budaya Jawa agar bisa mendunia.
Selain itu, Satsuki Kato (2004)  dalam ulasannya dalam “Digitalisation of Indonesia manuscipts dalam Simposium Internasional  Pernaskahan ke-VIII di Jakarta, menjelaskan bahwa naskah-naskah kuno di Indonesia sangat penting dalam membangun kebudayaan, khususnya naskah-naskah kuno sebagai sumber sejarah. Untuk  itu pemerintah Jepang  melalui Tokyo University membuka proyek  digitalisasi  berbagai  naskah kuno dan sumber-sumber sejarah lisan yang usianya semakin tua ditelan waktu.

II.                METODE PENELITIAN

A.        Lokasi


Lokasi penelitian meliputi daerah Wajo, Bone, dan Soppeng. Pemilihan atas wilayah ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di ketiga wilayah ini tersimpan banyak naskah, khususnya naskah yang memuat lontaraq adeq atau Pangaderreng, Selain itu, kerajaan ini terkenal sebagai kerajaan yang bersekutu yang disebut “Tellupoccoé”. Meskipun wilayah penelitian ini, tidak mengabaikan daerah lainnya di Sulawesi Selatan.

B.     Populasi dan Sampel


Pada tahap awal kegiatan digitalisasi ini, perhatian pertama akan ditujukan pada naskah-naskah kuno yang membicarakan masalah pengelolaan pemerintahan, seperti sistem demokrasi, bagaimana perlakuan pemerintah terhadap rakyat dan sebaliknya, hal lainnya adalah pesan-pesan toriolo ‘orang-orang tua’ atau penguasa di zamannya
Alasan yang mendasari dipilihnya tema ini adalah: a) Untuk mengembangkan konsep demokrasi lokal sebagai bagian dari pengembangan otonomi daerah; b) Naskah sudah banyak yang rusak; c) Umur naskah rata-rata tua; d)  Dapat jadi sumber rujukan dalam pengelolaan pemerintahan; dan e) Biaya dan waktu.

C.    Prosedur Analisis

Naskah lontaraq yang ditemukan, diproses dengan langkah-langkah: 1) didokumentasi dengan cara digitalisasi; 2) meta data dengan pendekatan Dublin core; dan 3) deskripsi naskah. Teknik deskripsi  ini sangat penting demi penyiapan naskah lontaraq untuk diproses lebih lanjut untuk lebih mengenal nilai-nilai dalam lontaraq dan atau sebagai sumber utama pengetahuan local masyarakat Sulawesi Selatan.

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A.    Sosialisasi

Sosialisasi, seperti yang telah dikemukakan  di atas, adalah usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik  umum (miliki negara). Cara sosialisasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan deskripsi naskah. Hal ini dimaksudkan agar inti-inti pesan naskah dapat diketahui masyarkat luas baik nasional maupun internasional. Dengan demikian, bagi pihak-pihak terkait yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai isi naskah yang bersangkutan dapat mencari naskah utuhnya dalam CDs yang telah digitalisasi
Deskripsi naskah adalah cara yang dilakukan untuk menggambarkan keadaan naskah pada pembaca. Seperti yang dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa pada bagian ini digunakan pola Dublin Core dengan 15 elemen ditambah dengan 3 elemen modifikasi. Ketiga elemen modifikasi yang dimaksud adalah pemilik naskah, jenis kertas,  dan asal-usul naskah. Elemen pemilik naskah langsung dimasukkan ke dalam pola dublin core. Sementara dua informasi berikutnya dapat dilihat pada tabel inventarisasi hasil penelusuran.

B.      Deskripsi Naskah

Naskah-naskah lontara yang jumlahnya tiga puluh tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kategori naskah, yaitu naskah-naskah yang berbicara masalah a) hukum, keadilan, penegakan adat, dan hak azasi manusia; b) ajaran moral seperti pentingnya kejujuran: c) kepemimpinan seperti kriteria pemimpin yang baik, cara-cara memilih pemimpin; d) perjanjian termasuk di dalamnya tentang perselisihan dan persatuan: dan e) perempuan.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini.
Kategori Naskah
jumlah
%
Hukum
12
40
Ajaran Moral
3
10
Kepemimpinan
10
33,33
Perjanjian, perselisihan dan persatuan
3
10
Perempuan
2
6,66
Jumlah Naskah
30
100

Tabel di atas menunjukkan bahwa ada dua kategori naskah yang dominan dibicarakan  di daerah Bugis, yakni kategori naskah yang  berbicara mengenai hukum, peradilan, dan hak azasi manusia yang selanjutnya disebut sebagai kelompok hukum (40%) dan kategori naskah yang berbicara mengenai masalah kepemimpinan ( 33,33%). 
Kemudian kategori naskah yang menempati urutan ketiga ada dua kategori, yakni kategori ajaran moral, seperti pentingnya kejujuran, dan hubungannya dengan pemerintahan serta kategori perjanjian, perselisihan dan persatuan. Naskah yang berbicara masalah kehidupan perempuan hanya dua naskah atau hanya 6,66 %.
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa dalam mendeskripsi naskah-naskah lontara yang ditemukan digunakan pola yang disebut sistem dublin core. Sistem ini menggunakan 15 elemen metadata yang diset untuk menfasilitasi penemuan dari sumber elektronik. Sistem ini aslinya diperuntukkan untuk deskripsi umum pada sumber WEB. Akan tetapi cocok juga untuk museum dan perpustakaan. Deskripsi ini disebut juga sebagai metadata karena data yang berbicara tentang data. 

C.    Digitalisasi Naskah

Dalam tata urutan kerja yang telah dirancang sebelumnya, tidak dapat dilakukan sesuai urutannya. Seperti dalam hal urutan deskripsi setelah alihmediakan. Ternyata di lapangan kami melakukan deskripsi terlebih dahulu baru kemudian dialihmediakan. Hal ini tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ahli lontaraq tetapi tidak familiar dengan komputer. Jadi kami mendeskripsikan dahulu baru mengalihmedia.
Text Box:
Dalam tahap proses digitalisasi, terdapat 30 judul naskah lontara yang dialihmediakan. Ke-30 judul tersebut diperoleh dari berbagai sumber naskah seperti dari Lontaraq Attoriolong, Latoa, Pau-pau To riolo, Pangngaderreng, Lontaraq Wajo, Etiket Kepemimpinan, dan Bettempola. Pengalihmediaannya dilakukan dengan pemotretan menggunakan kamera digital Panasonic tipe DMC-LC50 dengan pixel 3,200,000. Gambar terekam dengan tipe JPEG dengan rata-rata ukuran gambar 500,000 hingga kurang lebih 1,000,000 byte dengan warna: 24 bit colour. Foto-foto naskah tersebut kemudian yang ditransfer ke komputer dan siap untuk dialihmediakan. Akan tetapi sebelum dialihmediakan, naskah-naskah tersebut diklasifikasikan berdasarkan sumber naskah. Deskripsi-deskripsi naskah dari sumber yang sama akan disatukan, kemudian rujukan naskah aslinya dapat dilihat pada folder foto naskah. Deskripsi-deskripsi naskah tersebut semuanya dalam format PDF demi mencegah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan. Setelah semuanya terklasifikasi dengan baik langkah selanjutnya adalah dengan mengalihmediakannya kedalam Compact Disks (CDs). Jadi hasil akhir dari deskripsi naskah dalam bentuk CDs. Setiap naskah besar berisi berpuluh-puluh macam naskah. Naskah yang terpilih untuk dideskripsi tergantung dari kecocokannya dengan tema penelitian ini. Oleh karena itu, tidak semua isi naskah dideskripsikan. Hanya topik-topik tertentu yang berbicara seputar pemerintahan. Keadaan tersebut berbeda dengan  pemotretan atas naskah yang diambil secara utuh, mengingat naskah yang dideskripsi   biasanya masih memiliki kaitan atau hubungan di halaman lainnya.  Dengan demikian, pembaca memperoleh naskah secara lengkap. Hal ini juga merupakan nilai tambah bagi pendokumentasian naskah sehingga pembaca yang membutuhkan naskah terkait lainnya yang ada dalam Cds dapat langsung membacanya. Hal lainnya yang ada dalam alihmedia tersebut, adalah  daftar isi halaman yang telah dideskripsikan dan hubungan dengan naskah lainnya. Ini dilakukan demi memudahkan pembaca naskah yang mencari naskah-naskah dalam CDs.
Foto Naskah 014Melalui kegiatan penelitian ini diketahui keadaan nyata dari naskah yang ada di Sulawesi Selatan pada umumnya dan di daerah Bugis pada khususnya. Naskah-naskah sudah banyak yang rusak dan sudah tidak dapat dibaca lagi isinya. Kecuali naskah yang sudah difoto copy atau sudah disalin ulang oleh pemiliknya. Berikut diperlihatkan contoh naskah rusak yang berhasil diambil di daerah-daerah penelitian.
Contoh (1) naskah lontaraq yang sudah rusak. Naskah ini difoto (13/07/2005) di Saoraja Mallaga Kabupaten Wajo. Naskah Milik Datu Sangkuru, Kabupaten Wajo.
Contoh (2): Naskah yang sudah dicopy. Dipotret  pada tanggal 3/10/2005. Naskah milik Bapak A. Muh. Ridha di Takkalala Soppeng.

D. Rekomendasi

Melihat kenyataan di lapangan bahwa naskah-naskah lontaraq yang ada pada umumnya sudah tidak dapat disentuh karena berbagai sebab seperti yang telah dikemukakan di atas. Maka kami dari Tim Peneliti Alih Media Naskah merekomendasikan untuk segera menyelamatkan naskah-naskah lontaraq yang ada agar segera memprogramkan untuk mendigitalisasi naskah lontaraq. Dengan demikian, naskah-naskah tersebut dapat diakses baik secara nasional maupun secara internasional.
Penyelamatan dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membeli alat scan mikrofilm. Kemudian menscan roll film ke format digital dengan kecepatan 100 gambar per menit. Kedua, dengan menyelamatkan naskah-naskah lontaraq yang masih ada di tangan pemiliknya dengan cara memotretnya dengan kamera digital, seperti dengan kegiatan penelitian ini.
Penyelamatan ini, dianjurkan dilakukan oleh pemerintah daerah baik di Kabupaten maupun di tingkat propinsi yang mempunyai naskah lontaraq di daerahnya. Setelah naskah terdokumentasi dengan cara digitalisasi, baru dilaksanakan transliterasi dan terjemahan. Langkah berikutnya adalah naskah–naskah tersebut dianalisis dan diinterpretasi demi generasi muda agar lebih mudah memahami isi naskah-naskah. 
Disamping itu juga perlu pengkajian naskah-naskah yang sesuai untuk membuat kurikulum yang bermuatan lokal, khususnya dalam pengajaran di sekolah-sekolah agar generasi muda dapat memahami dan mengambil pelajaran dari kearifan lokal.

Kesimpulan

Setelah melakukan tahap-tahap penelitian dan melihat kondisi riil di lapangan selama dua bulan seperti :
1.      Adanya ketertutupan berbagai pihak, khususnya para pemilik naskah untuk memberikan akses kepada peneliti untuk melihat naskah lontaraq. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman masa lalu mereka, ketika ada beberapa peneliti yang bermaksud melakukan penelitian naskah. Dan kemudian meminjamkan naskahnya. Setelah dipinjamkan, naskah tersebut tidak dikembalikan. Kalaupun dikembalikan hanyalah foto copiannya. Sedang aslinya tak tahu kemana rimbanya. Dari pengalaman masa lalu inilah mereka, seakan curiga ketika ada peneliti yang bermaksud melihat naskah lontaraq. Perlu pendekatan khusus untuk  mendapatkan naskah yang dimaksud
2.      Tidak adanya perhatian dari generasi muda untuk mempelajari naskah dan kearifan lokal yang terkandung dalam lontaraq, sehingga banyak yang tidak memahami dan sanggup membaca naskah lontaraq. Naskah lontaraq hanya disimpan ditempat  yang tertutup dan cenderung sangat disakralkan.
3.      Ternyata dalam naskah lontaraq banyak mangandung nilai-nilai kearifan yang masih sangat relevan untuk kondisi kehidupan masa sekarang. Terlebih dengan banyaknya masalah yang dihadapi bangsa kita saat ini memerlukan waktu untuk introspeksi diri dan mengambil pelajaran dari kehidupan para leluhur kita yang telah teruji dengan konsep harmosasi dengan alam sekitarnya.
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa sangatlah mendesak untuk dilakukan penyelamatan naskah-naskah lontaraq yang masih tersisa. Dengan melakukan digitalisasi diharapkan upaya penyelamatan dan kemudian perlunya pengkajian untuk mendapatkan kearifan yang terkandung di dalamnya sebagai bahan untuk melangkah menuju kehidupan ke depan. Dengan kata lain kita melakukan pembangunan dengan tidak melepaskan identitas dan jati diri kita.

Saran

Berdasarkan temuan di lapangan, maka kami menyarankan beberapa hal untuk penyelenggaraan proyek digitalisasi di masa depan, yaitu :
1.      Agar diadakan satu project khusus untuk penelusuran dan alih media naskah-naskah lontaraq secara keseluruhan keberbagai daerah, termasuk naskah-naskah yang tersimpan di perpustakaan nasional di Jakarta, maupun yang ada di luar negeri.
2.      Proyek deskripsi naskah dikerjakan secara tersendiri, demi tersedianya hasil kerja yang maksimal.
3.      Untuk mengetahui makna naskah-naskah secara harfiah dan atau makna bebas maka disarankan pula satu project khusus untuk transliterasi dan terjemahan naskah-naskah lontaraq.

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Burnard, L.D., and Sperberg-McQueen, C.M., 1995. TEI Lite: An Introduction to Text Encoding for Interchange (TEI U5). Available from: http://www.hcu.ox.ac.uk/TEI/Lite/
Groves, P.J. and Lee, S.D. 1999. ‘On-Line Tutorials and Digital Archives’ or ‘Digitising Wilfred’ [online]. Available from: http://info.ox.ac.uk/jtap/reports/index.html
Harsya W. Bachtiar. 1973. “Filologi dan Perkembangan Kebudayaan Kita”. Makalah, disampaikan dalam penataran Filologi dan Sejarah.
Drake, Karl-Magnus. At al., 2003. Good Practice Handbook. Online tutorials. Available from: http://www.minervaeurope.org/guidelines.htm
Nidya Noegraha, 2000. “Penyelamatan Khasanah Naskah Jawa”. Makalah. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.
OCLC. Dublin Core Metadata Initiative [online]. Available from: http://purl.oclc.org/dc/.
Online Tutorials. Creating and Documenting Electronic Texts. Available from: http://www.ahds.ac.uk/guides/index.htm#literature
Robinson, P. 1993. The Digitization of Primary Textual Sources. Oxford: Office for Humanities Communication Publications.
Supardjo.2003.”Digitalisasi Bahasa dan Sastra Jawa: Suatu Teknik Penempatan Data dan Penggarapannya Menuju Budaya Nasional dan Internasional”. Jurnal Linguistika Jawa Vol. 1 No. 01 Feb. 2003. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Supardjo dan John Paterson. 2004. “Digitalisasi sebagai salah satu upaya preservasi naskah Jawa”. Makalah. Jakarta. Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara VIII dan Munas Manassa ke-3 UIN Jakarta 26-28 Juli 2004.
Tiina Mahlamäki. From the Field to the Net: Cataloging and digitising Cultural Research Material, diakses di www.utu.fi